Guru Anti Kritik


Mengkritik itu ringan tapi menerima kritikan itu berat dan perlu perjuangan hati untuk menerima. Namun kalau kita mau sadari Pak-Bu, "No body is perfect", tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna! Guru, orangtua, pak RT hingga presiden sekalipun tak luput dari salah dan lupa. Sayangnya guru seperti saya, kadang susah mengatur ego untuk mencerna setiap kritik yang datang terutama dari anak didik. Ego kita sebagai orang tua yang merasa lebih paham, lebih berpengalaman, lebih tua dan berjasa yang nggak terima jika dikritik tajam oleh anak didiknya. Katanya, mengharapkan anak-anak yang kritis. Namun sayang kita belum siap untuk itu. 

Dalam ranah pendidikan Pak-Bu, seharusnya hal ini sangat biasa terjadi. Guru dan anak didik tak selalu sependapat. Selama apa yang disampaikan anak didik itu ada dasar dan alasannya seharusnya kita bisa terima. Bagaimana pun juga, kita seharusnya patut berbangga dan tak perlu marah jika mendapatkan masukan dari mereka. Sebaliknya, kita arahkan daya kritis mereka jalur yang benar. Mari dengan penuh sabar memberi rambu-rambu cara mengkritik yang baik kepada  peserta didik. 

Pada intinya, guru harus siap dikritik dan ketika kritikan itu berargumen dan benar, maka guru harus menerimanya dengan lapang dada. Tidak boleh kesal apalagi menyalahkan peserta didiknya. Terima saja kebenaran itu meskipun dari peserta didik. Jadi, guru juga harus mengakui “kehebatan” peserta didiknya jika memang kritika mereka benar dan memiliki referensi.

Imam Al-Ghazali mengutarakan tips agar kita mudah, ringan, ikhlas, lapang dada, dan rendah hati dalam menerima kritikan dan nasihat orang lain. Imam Al-Ghazali mengajak kita untuk mengubah cara pandang kita atas nasihat. Menurutnya, nasihat itu jangan dianggap pelajaran atau dikte yang menggurui kita. Anggap saja nasihat sebagai suara yang mengingatkan pada hewan berbisa di balik pakaian kita yang jelas membahayakan.

فإن الأخلاق السيئة حيات وعقارب لداغة فلو نبهنا منبه على أن تحت ثوبنا عقربا لتقلدنا منه منة وفرحنا به واشتغلنا بإزالة العقرب وإبعادها وقتلها 

Artinya, “Akhlak tercela adalah ular dan kalajengking berbisa yang menyengat. Kalau ada seseorang memberi tahu bahwa di balik pakaian kita terdapat kalajengking, niscaya kita akan menerimanya sebagai anugerah dan merasa senang dengan itu, lalu kita mulai menyingkirkan, menjauhkan, dan membunuh hewan berbisa tersebut,” 

(Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439 H-1440 H], juz III, halaman 69).

Wallahu a'alam bissowab ! 

Sumber: islam.nu.or.id

0 comments