SELAMPAI BIRU, TENTANG MASA YANG TERLALU ERAT DIGENGGAM



Mungkin orang di masa lalu 

Memberi arti untuk hidupmu di masa kini

Tapi orang di masa kini

Akan memberi seribu arti untuk hidupmu di masa mendatang


~ Fika Aghniasari 


( seorang wanita dengan sayap patah di 

bahunya )

*****

Lemari sudah hampir penuh saja. Kalau sudah begini barulah emak-emak ini sadar jika sudah kebanyakan baju kondangan. Wkwkk.. Hmm.. kayaknya harus diputuskan beli lemari baru atau seleksi baju? Tapi mau ditaroh di mana tu lemari, di awang-awang? Ya sudahlah dengan berat hati kuputuskan menyeleksi beberapa baju yang jarang kepakek untuk nanti bisa aku sumbangkan ke yang lebih membutuhkan. 


****


Okey.. setelah semua pekerjaan khas ibu rumah tangga selesai, berikut mengantar anak pergi sekolah, ku keluarkan satu persatu baju di lemari. Setiap helai baju yang tersimpan pasti ada kenangan. Aku bingung mau nyorter baju yang mana semua memberi arti untuk perjalanan hidupku. 


Setelah berjam-berjam memilah dan memilih baju tersisalah setumpuk baju masih bertengger saja di sudut ranjang. Aku bingung mau ku masukkan kembali ke lemari atau ku masukkan ke kardus-kardus itu? Baju-baju ini memang sangat berarti dalam hidupku. Baju maroon itu baju kesayanganku dulu. Maklum saja, baju ini adalah baju hadiah suamiku saat kami jalan-jalan ke malioboro saat bulan madu 5 tahun yang lalu. Sudah gak muat sih..! Tapi sayang banget jika keluar dari lemari ini. Belum lagi baju kebaya krem milik almarhumah ibuk. Sayang banget jika dikasih siapapun. Kan.. kan.. dasar aku ya! Mau beberes aja bikin galau, dasar emak..!

Hmm.. tunggu... kotak ini seperti gak asing.. oh iya aku baru ingat! Ini kotak ww2 Citra temen karibku semasa SMA dulu. Astagfirulloh Citra.. gimana kabarmu sekarang? Sudah 13 tahun lamanya kita tidak bertemu. Semoga engkau bisa pulih seperti sedia kala ya! Seperti Citra yang dulu aku kenal.

Citra Dewi Gantari, Sebuah nama indah secantik orangnya. Gadis ayu asli Surabaya itu, gadis paling periang yang pernah kukenal. Tak pernah kulihat ada kesedihan di sudut bibirnya. Sekali bicara dia akan sulit bisa dihentikan. Dia yang mengajariku untuk selalu semangat menggapai mimpi. 

Pernah suatu ketika aku iseng mengikuti lomba karya ilmiah di sekolah. Tapi suatu kejadian membuat map berisi karya ilmiah ku basah sehingga tidak bisa aku kumpulkan ke panitia. Padahal tinggal 4 jam lagi pendaftaran ditutup. Aku menyerah dan Citra lah yang menyemangati ku untuk membuatnya kembali. Membantuku mencatat sampai mengantarku ke jasa Rental walau sedang hujan lebat. Akhirnya perjuangan kami tidak sia-sia. Karya ilmiah ku menang dan berlanjut sampai menyabet juara 2 karya ilmiah tingkat SMA sederajat se-Jawa Timur. 

Mau tahu siapa aku dulu? Kalian tahu dua sisi uang logam? Itulah gambaran tentang kami berdua. Sungguh Citra Bertolak belakang denganku. Tak tahu kapan senyuman dibibir dicuri siapa. Tapi yang jelas meninggalnya ibuk membuat aku sangat terpukul. Tepat 2 tahun setelah aku dan orangtuaku pindah dari kota ini. Saat itu aku masih kelas 5 SD. Bisakah kamu bayangkan bagaimana hariku tanpa ibuk? Dia satu-satunya orang terdekat yang mengerti aku. Sedang ayah sibuk dengan proyek-proyeknya hingga selalu pulang sampai malam dan kadang harus menginap di luar kota. 

Huft hidupku padam seketika. Pelita nya mati bersamaan jasad ibuk di kubur di bumi. Hanya selampai biru satu-satunya tempatku bercurah rindu padanya. Selampai yang dikenakan ibuk saat tutup usia. Selampai itu aku bawa kemanapun. Dia yang menemaniku saat menjalani hidup tanpa kasih ibuk. Menjalani hidup kejam setelahnya. Karena ayah menikah lagi tepat satu tahun meninggalnya ibuk. Aku semakin hancur dan tahukah kamu tabiat baruku? Aku menjadi seorang pemarah dan pemberontak.

Sepi ku sedikit terobati dengan datangnya Citra dalam hidupku. Kami menjadi karib sejak kami masuk di sekolah SMP yang sama. Tak tahu kenapa aku langsung cocok saja dengannya. Mungkin karena dia periang dan supel. Sehingga mampu mengobati ruang rindu di bilik hati. 

****

Pertemanan kami berlanjut sampai jenjang SMA. Kami sengaja mencari sekolah yang sama. Mungkin tepatnya aku yang ingin nyamain-nyamain dengannya. Ayahku sih nurut aja. Menurut ayah kasih itu, kasih uang. Asal kebutuhanku tercukupi ayah sudah merasa sudah bertanggung jawab atas hidup putrinya ini. Apalagi cintanya sudah terbagi dengan bini baru. Waduh.. mami baruku itu kepalang manja gak ketulungan. Muak aku lama-lama harus satu ruang dengannya. Maka SMA aku memutuskan untuk mengikuti banyak extra di sekolah. Untuk apa? Kalau untuk tidak cepat-cepat pulang ke rumah. Kalau sudah ke sampai rumah aku langsung masuk kamar dan keluar saat makan saja. Fix, sungguh bahagiakan hidupku?đŸ˜…

******

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Selampai ibuk dan Citra adalah pemberi teman suka-dukaku. Hari ini, hari Perpisahan kami. Seperti tahun-tahun yang lalu acara perpisahan kami pasti akan di gelar besar-besaran. Aku dan Citra menyambutnya dengan antusias. Kami keliling toko berdua untuk mencari baju kebaya modern untuk kami kenakan saat acara nanti. Aku mendapatkan kebaya cantik bewarna ungu, warna kesukaanku. Sedang Citra memilih gaun kebaya modern warna biru. 

"Cit, gimana penampilanku?", tanyaku setelah dirias oleh pegawai salon langganan ku.

"Wah kamu cantik sekali Fi!", jawabnya sambil melirik ke arahku. Maklum dia masih belum bisa bergerak leluasa karena perias belum selesai meriasnya. 

"Fi, kamu sudah beri tahu acara perpisahan sekolah kita belum ke ayahmu?", tanyanya balik

"Sudah. Tapi biasa ayah ada tugas luar kota lagi dan mami yang menghadiri. Ah males aku bicarain ini!", jawabku

Citra langsung diam. Dia tahu sahabatnya itu. Ketimbang merusak moodnya dan membuat suasana menyenangkan ini menjadi penuh sedih. Hening, sampai citra selesai pakai kebaya biru yang kami beli kemaren sore.

" Wah Cit.. kamu cantik sekali. Pantas ya si Joni naksir kamu" , ledekku.

" Ah kamu fi bisa aja", jawabnya tersipu.

"Oh ya Cit, coba kamu pakek selampai ibukku pasti lebih cantik lagi", sambil ku kenakan di lehernya yang jenjang itu. Memang sahabatku satu ini sungguh cantik.

" Tapi Fi.. inikan selampai ibuk mu! Jangan ah.. aku takut ngilangin selampai kamu", jawab Citra.

" Kamu sama berharganya dengan selampai ini Cit. Ini simbul jika kau adalah sahabat karibku. Sudah ah.. kamu cantik pakek selampai ibuk ku. Jaga baik ya..." ucapku membuatnya tersenyum manis.

******

Acara berlangsung dengan hikmat. Aku tak peduli mami datang atau enggak. Aku enggan mencari atau bahkan menyapanya. Aku pun belum ketemu citra sama sekali karena kami beda kelas jadi tempat dudukku lumayan jauh darinya. Selesai acara ingin ku langsung mencarinya, tapi teman sekelas ku menarik tanganku untuk foto bersama sekelas pumpung pak Yono wali kelas kami belum pulang. Terpaksa ku urungkan niatku karena pasti Citra sedang foto-foto juga dengan teman sekelasnya. Sampai tepatnya jam 12.30 saat kami selesai foto-foto. Citra menghampiriku dengan raut muka sedih. 

"Fi.. maafkan aku! Aku sudah mencarinya keliling ruangan ke bawah meja dan di seluruh ruang gedung ini. Maafkan aku Fi.. aku menghilangkan selampai ibuk mu. Aku janji akan menggantinya dengan kain dan warna yang sama," ucapnya sambil menangis kepadaku.

"Apa Cit? Selampai itu hilang. Aku lupa kalau kamu biangnya ceroboh. Mengapa juga aku percayakan selampai ini ke kamu. Selampai itu sungguh berharga Cit tak bisa digantikan dengan apapun", jawabku marah sambil berlalu pergi. Semua rencana untuk kami sepulang acara ku urungkan semua. Kami pun belum sempat foto bersama sebagai kenang-kenangan. Aku sibuk mencari selampai itu sampai sore. Begitu juga Citra. Untuk pertama kalinya kami berdekatan tapi tak bertegur sapa. Muak aku melihat kecerobohan nya. Hari semakin beranjak sore, ku putuskan untuk pulang karena percuma juga berlama-lama mencari karena semua sudut gedung sudah ku telusuri. 

*****

Sejak saat itu hubungan kami memburuk. Rencana Ku untuk tetap tinggal di Surabaya dan mencari kuliah di sini ku urungkan. Minggu ini aku mengikuti permintaan ayah untuk pindah ke Banten mengikuti kontrak kerja ayah. Itu berarti aku berpisah dengan Citra.

Apa kabar Citra? Citra menghubungiku berkali-kali aku abaikan. Datang ke rumah pun aku acuhkan. Dua hari sebelum aku berangkat, anak itu tak kelihatan batang hidungnya. Mungkin dia menyerah. Ah.. tak peduli. Hatiku terlalu sakit kehilangan selampai ibuk. 

******

Semua barang-barang kami sudah di angkut kurir. Pagi ini aku meninggalkan kota Surabaya dengan langkah berat. Aku memasuki mobil avanza kesayangan ayah dengan enggan. Mana Citra? Tak tahukan aku akan pergi dari kota ini? Apakah pesanku belum dibacanya? Batinku yang sebenarnya merindukannya. Setelah semua siap, mobil pun mulai dihidupkan ayah. Tapi Citra tak kunjung datang. Apakah dia takut bertemu denganku? Padahal hari ini terakhirku di Surabaya. Sampai akhirnya ada seorang anak sebaya adik tiri ku menghadang mobil kami. Dia meminta izin ayah untuk bisa bercakap denganku. 

" Mbak.. ini aku adiknya mbak Citra. Maaf mbak Citra tak bisa ke sini. Ini titipan mbak Citra untuk mbak", kata anak laki-laki itu.

" Dimana mbak mu?", kataku dongkol

"Dia kemaren sore kecelakaan saat pulang dari mbak Reni untuk mengambil selampai mbak Fika yang ditemukan mbak Reni. Mbak Citra masih di Rumah sakit dan kecelakaan lumayan parah hingga tidak bisa ke sini", jawabnya sedih menahan tangis.

"Apa mbak mu kecelakaan?" Yah.. yah aku gak jadi ikut, aku mau jenguk Citra dulu!" Pintaku ke ayah

" Jangan apa sih kamu! Emang tiket pesawat gak mahal. Nanti juga bisa hubungi dia lewat hp mu! ", jawab ayah sambil menghidupkan mobilnya kembali.

*****

Hatiku sakit jika mengingat itu. Apa kabar kamu Cit sekarang? Separah apa kecelakaan menimpamu. Mengapa setelah itu nomormu gak aktif? 

Kotak kecil berisi selampai biru itu kubuka lagi. Secarik kertas berisi surat darimu masih ku simpan rapi
Kepada Sahabatku tersayang

Fi.. maafkan aku tak bisa mengantar kepergian mu. Tahun-tahun bersamamu akan menjadi tahun teristimewa dalam hidupku. 

Maafkan aku yang ceroboh ini ya Fi. Selampai mu di ketemukan Reni di dekat kursi guru. Mungkin aku lupa menaruh nya saat foto bersama sekelas. Semoga kebahagiaan menyertai hidupmu di sana. Semangat!

Dari temanmu 

Citra

Aku menangis membaca surat ini. Untuk menebus rasa bersalahku. Sudah ku putuskan minggu depan aku pergi ke Surabaya bersama keluarga kecilku. Kebetulan Nia, anak perempuanku pas libur semester. Dan ayahnya juga gak keberatan ikut sekalian jalan-jalan katanya. Alhamdulillah setelah sekian lamanya bisa bertemu lagi dengan mu Cit. Semoga mudah mencari alamat orangtuamu yang pastinya sudah tak begitu ku kenali. Karena pastinya sudah banyak rumah dan gedung-gedung baru. Aku berharap hidup mu sebahagia hidupku. Bersama keluarga yang tepat dan pasangan yang sangat menyayangimu. Maafkan aku yang baru mencoba mencari mu lagi setelah belasan tahun kita berpisah. Ada banyak cerita yang ingin ku ceritakan kepadamu. Yang penuh kepedihan namun kini berakhir happy ending bersama keluarga baruku. Cit, Sekarang aku menyadari bahwa boleh kita genggam kenangan tapi beri ruang lebih luas untuk orang-orang terdekat di masa kini. Karena mereka yang sekarang selalu ada untukmu. Dan kau orang terdekat ku dulu yang menemani masa sulit ku. Terima kasih!

0 comments